Budaya sekolah adalah sesuatu yang dikembangkan, diarahkan kembali (reshaping), dan diperkaya agar mampu meningkatkan kinerja
dan akuntabilitas sekolah. Untuk itu diperlukan adanya:
1. Persamaan pengertian mengenai apa yang disebut
dengan budaya sekolah dan apa komponen budaya sekolah yang dikembangkan dan
dijadikan unggulan.
2. Menentukan kriteria keberhasilan proses
pelaksanaan budaya sekolah dan hasil dari budaya sekolah yang dikembangkan.
3. Menentukan alat ukur keberhasilan dan cara
penilaian keberhasilan.
Untuk menentukan
keberhasilan pengembangan dan pelaksanaan budaya sekolah, perlu ditempuh
langkah-langkah berikut:
1. Merumuskan secara jelas peran dan tugas kepala
sekolah, guru, komite sekolah, dan orangtua peserta didik.
2. Mengembangkan mekanisme komunikasi antarkomponen
yang disebutkan di atas.
3. Berbagi informasi mengenai pencapaian dan
keberhasilan sekolah melalui koran/majalah dinding sekolah, website, dan
selebaran serta bentuk lainnya.
1.
Peran Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah
pemimpin pendidikan suatu sekolah (educational
leader). Kepala sekolah memiliki peran penting dalam manajemen untuk
mengembangkan budaya sekolah sehingga tercipta suasana kerja yang edukatif,
berorientasi pada kualitas, peningkatan kepedulian pemangku kepentingan, dan
peningkatan hasil belajar peserta didik.
2.
Hubungan Guru dengan Guru
Hubungan guru dengan guru menentukan keberhasilan pelaksanaan
pembelajaran pendidikan Sejarah dan Kurikulum 2013. Hubungan tersebut adalah
hubungan profesional antara guru yang mengajar Sejarah dengan guru yang
mengajar mata pelajaran yang sama di kelas berbeda, dengan guru yang mengajar
mata pelajaran Sejarah Indonesia dan dengan guru lain yang mengajar mata
pelajaran lain baik dalam kelompok peminatan Ilmu-Ilmu Sosial maupun dalam
kelompok peminatan lain bahkan dengan kelompok mata pelajaran wajib.
Kerjasama antara guru
tersebut diperlukan dalam mengembangkan ketrampilan berpikir (sejarah),
keterampilan mengembangkan dalam langkah pembelajaran (mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasi, mengomunikasikan), dalam
mengembangkan nilai, dan penilaian hasil belajar. Tujuan dari kerjasama ini adalah
untuk sinkronisasi pengembangan ketrampilan, dan nilai serta kebiasan yang
diiwujudkan dalam bentuk RPP.
3.
Hubungan Guru dengan Peserta Didik.
Tugas utama guru adalah berusaha mengembangkan segenap potensi peserta
didiknya secara optimal, agar mereka dapat mandiri dan berkembang menjadi
manusia-manusia yang cerdas, baik cerdas
secara fisik, intelektual, sosial, emosional, moral dan spiritual. Sebagai
konsekuensi logis dari tugas yang diembannya, guru senantiasa berinteraksi dan berkomunikasi dengan peserta didiknya.
Dalam konteks tugas, hubungan diantara keduanya adalah hubungan profesional,
yang diikat oleh kode etik. Berikut ini disajikan nilai-nilai dasar
dan operasional yang membingkai sikap dan perilaku etik guru dalam
berhubungan dengan peserta didik, sebagaimana tertuang dalam rumusan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI):
a.
Guru berperilaku secara
profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil
pembelajaran.
b.
Guru membimbing peserta
didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak
dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c.
Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki
karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan
pembelajaran.
d.
Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan
menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
e.
Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara
terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana
sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien
bagi peserta didik.
f.
Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi
rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di
luar batas kaidah pendidikan.
g.
Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah
setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta
didik.
h.
Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha
profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan
kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i.
Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan
tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
j.
Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta
didiknya secara adil.
k.
Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan
menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l.
Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk
secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta
didiknya.
m.
Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk
melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses
belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n.
Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta
didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan
pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o.
Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan
profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma
sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p.
Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan
profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan
pribadi.
Dalam budaya Indonesia, hubungan guru dengan peserta didik sesungguhnya tidak hanya
terjadi pada saat sedang melaksanakan tugas atau selama berlangsungnya
pemberian pelayanan pendidikan. Meski seorang guru sedang dalam keadaan tidak
menjalankan tugas, atau sudah lama meninggalkan tugas (purna bhakti), hubungan
dengan peserta didiknya (mantan peserta didik) relatif masih terjaga. Bahkan di
kalangan masyarakat tertentu masih terbangun “sikap patuh pada guru”
(dalam bahasa psikologi, guru hadir sebagai “reference group”). Meski
secara formal, tidak lagi menjalankantugas-tugas keguruannya, tetapi
hubungan batiniah antara guru dengan peserta didiknya masih relatif kuat, dan
sang peserta didik pun tetap berusaha menjalankan segala sesuatu yang diajarkan
gurunya.
Dalam keseharian kita melihat kecenderungan seorang
guru ketika bertemu dengan peserta didiknya yang sudah sekian lama tidak
bertemu. Pada umumnya, sang guru akan tetap menampilkan sikap dan perilaku
keguruannya, meski dalam wujud yang berbeda dengan semasa masih dalam
asuhannya. Dukungan dan kasih sayang akan dia tunjukkan. Aneka nasihat,
petatah-petitih akan meluncur dari mulutnya.
Begitu juga dengan sang peserta didik, sekalipun dia sudah meraih
kesuksesan hidup yang jauh melampaui dari gurunya, baik dalam jabatan, kekayaan
atau ilmu pengetahuan, dalam hati kecilnya akan terselip rasa hormat, yang
diekspresikan dalam berbagai bentuk, misalnya: senyuman, sapaan, cium tangan,
menganggukkan kepala, hingga memberi kado tertentu yang sudah pasti bukan
dihitung dari nilai uangnya. Inilah salah satu kebahagian seorang guru,
ketika masih bisa sempat menyaksikan putera-puteri didiknya meraih kesuksesan
hidup. Rasa hormat dari para peserta didiknya itu bukan muncul secara
otomatis tetapi justru terbangun dari sikap dan perilaku profesional yang
ditampilkan sang guru ketika masih bertugas memberikan pelayanan pendidikan
kepada putera-puteri didiknya.
4.
Hubungan Guru dengan Orang tua Peserta didik.
Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan
pendidikan di tempat-tempat tertentu. Guru menempati kedudukan terhormat di
masyarakat. Kewibawaanlah yang membuat mereka dihormati. Para orangtua yakin
bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar menjadi orang yang
berkepribadian mulia. Jadi guru, adalah sosok figur yang menempati posisi dan
memegang peranan penting dalam pendidikan. Menjadi guru berdasarkan tuntutan
pekerjaan adalah suatu pekerjaan yang mudah, tetapi menjadi guru berdasarkan
panggilan jiwa dan tuntutan hati nurani adalah tidak mudah (Djamarah, 2005).
Orangtua adalah orang yang telah melahirkan kita atau orang yang
mempunyai pertalian darah. Orangtua juga merupakan public figure yang
pertama menjadi contoh bagi anak-anak. Karena pendidikan pertama yang
didapatkan anak-anak adalah dari orangtuanya.
Orangtua dan guru adalah satu tim dalam pendidikan anak, untuk itu
keduanya perlu menjalin hubungan baik. Bagi anak-anak yang sudah masuk sekolah,
waktunya lebih banyak dihabiskan bersama para guru daripada dengan orangtua.
Kedengarannya mungkin agak mengejutkan, tapi memang begitulah kenyataannya. Ketika
orangtua pulang dari tempat bekerja, anak-anak biasanya juga baru tiba dari
mengikuti kegiatan setelah jam sekolah. Hanya tersisa waktu beberapa jam saja
untuk makan malam bersama, menyelesaikan pekerjaan rumah dan mungkin menghadiri
acara anak-anak, setelah itu semuanya tidur.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar terjalin hubungan baik
antara orangtua dan guru dengan orangtua peserta didik; (a).Perkenalkan anak
dengan gurunya,(b). Mendatangi pertemuan orangtua-guru, (c). Senantiasa
berprasangka baik kepada guru, (d). Berkomunikasilah secara teratur, dan (e).
Berikanlah sumbangan.
Guru dan orangtua peserta didik, sama-sama menginginkan yang terbaik
untuk pendidikan anak-anak. Jika Anda mendengar kabar yang buruk tentang guru,
apakah ia galak, jahat, atau tidak obyektif, maka tetap pertahankan hubungan
baik Anda dengan sang guru. Cari tahu masalah yang sebenarnya dengan
menghubungi guru itu secara sopan. Jangan mengeluarkan kata-kata yang buruk
mengenai guru di depan anak Anda. Tetap fokus terhadap masalah yang dihadapi,
jadikan itu latihan bagi Anak bersikap terbuka. Berkaitan dengan hubungan
antara guru dan orangtua, dalam kode etik guru telah disebutkan tentang hal
tersebut, yaitu dalam pasal 6 (Nilai-Nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional) bagian
2 tentang; Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Peserta didik: (1). Guru berusaha
membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan Orangtua/Wali
peserta didik dalam melaksanakan proses pendidikan, (2). Guru memberikan
informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan
peserta didik, (3). Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada
orang lain yang bukan orangtua/walinya, (4). Guru memotivasi orangtua/wali
peserta didik untuk beradaptasi dan berpatisipasi dalam memajukan dan
meningkatkan kualitas pendidikan, (5). Guru berkomunikasi secara baik dengan
orangtua/wali peserta didik mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan
proses kependidikan pada umumnya. (6). Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali
peserta didik untuk berkonsultasi dengannya berkaitan dengan kesejahteraan
kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan, (7). Guru tidak
boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali peserta
didik untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
5.
Hubungan Guru dengan Masyarakat.
Guru perlu memelihara hubungan baik dengan masyarakat yang
lebih luas untuk kepentingan pendidikan,misalnyamengadakan kerjasama dengan
tokoh masyarakat tertentu yang berorientasi pada peningkatan mutu pembelajaran
mata pelajaran yang diampunya. Beberapa hal yang hendaknya dilakukan guru dalam
hubungannya dengan masyarakat; (a).Menghormati tanggung jawab dasar dari
orangtua terhadap anak, (b). Menciptakan dan memelihara hubungan-hubungan yang
ramah dan kooperatif dengan rumah, (c). Membantu memperkuat kepercayaan
murid terhadap rumahnya sendiri dan menghindarkan ucapan yang mungkin merusak
kepercayaan itu, (d). Menghormati masyarakat dimana ia bekerja dan bersikap
setia kepada sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara, serta (e). Ikut serta
aktif dalam kehidupan masyarakat.
6.
Keteladanan Guru
Dalam dunia pendidikan pada umumnya dan dalam pembelajaran pada khususnya, keteladanan sangat diperlukan dan
memiliki makna yang sangat tinggi. Dengan demikian, keberhasilan pada
dunia pendidikan, khususnya keberhasilan pembelajaran yang dilakukan seorang
guru salah satunya juga ditentukan oleh seberapa besar keteladanan yang
diberikan pendidik dan tenaga kependidikan.
Pada
usia anak-anak (sebelum anak memasuki perguruan tinggi) masih sangat labil dan
mencari-cari figur yang akan ditiru oleh anak didik yang sesuai dengan kondisi
diri masing-masing. Dalam kondisi sebagaimana dikemukakan, nampak bahwa
karakter anak didik pada tahap awal sangat dipengaruhi oleh bagaimana kondisi
lingkungan yang ada.Untuk dapat memberikan kontribusi yang dapat membentuk
karakter anak didik sebagaimana yang diharapkan bersama, maka seluruh pendidik
dan tenaga kependidikan yang ada harus menciptakan suasana lingkungan yang
kondusif. Pendidik dan tenaga kependidikan harus memberikan dan
menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung harapan kita semua kepada anak
didik. Ingin kita bentuk seperti apa anak didik kita, maka seperti
keinginan kita itulah lingkungan harus dibentuk oleh pendidik dan tenaga
kependidikan. Lingkungan yang dibentuk oleh pendidik dan tenaga
kependidikan tidak dapat bertentangan (tolak belakang) dengan harapan kita.
Comments
Post a Comment